Senin, 02 Mei 2016

Urgensi Keterampilan Komunikasi Interpersonal Bagi Pustakawan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk sosial, sebagai mahluk sosial maka ia tidak mungkin akan lepas dari hubungan, kepentingan, atau pertolongan dari manusia lainnya. Untuk mendukung semua kebutuhan tersebut maka manusia perlu berkomunikasi, agar apa yang ia inginkan bisa tercapai. Komunikasi adalah kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia. Disadari atau tidak dalam setiap waktu dan kesempatan kita pasti perlu komunikasi. Mengapa? Karena  komunikasi adalah satu alat yang mampu menjembatani dan menjadi penghubung  maksud dan keinginan orang lain, sehingga terjadi hubungan, baik dalam hubungan dalam kehidupan sehari – hari seperti di  rumah tangga, sekolah,  tempat kerja, pasar, sekolah, kampus termasuk di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam lingkup regional maupun internasional.
Dalam teori komunikasi ada istilah teori komunikasi interpersonal, kegiatan komunikasi interpersonal merupakan kegiatan sehari – hari yang banyak dilakukan oleh manusia sebagai mahluk sosial. Sejak diri kita terbangun dari tidur di pagi hari sampai tidur lagi di waktu malam. Sebagian waktu kita banyak yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu komunikasi interpersonal adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap individu manusia.
Karena persepsi sebagian manusia yang menganggap bahwa kemampuan komunikasi interpersonal ini adalah sifat bawaan tiap individu, yang akan tumbuh dan berkembang dengan seiring berjalannya waktu. Maka banyak sekali orang yang menyepelekannya dan beranggapan tidak perlu ada pembelajaran khusus untuk mempelajari komunikasi interpersonal ini.
Akan tetapi kita sering melihat fakta yang berbeda dalam kehidupan kita sehari-hari, diantaranya kita sering berbeda pendapat dengan orang lain, lalu terjadi situasi ketidaknyamanan atau bahkan terjadi konflik yang sangat sengit, hal ini disebabkan adanya kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Setelah menghadapi kondisi seperti ini baru kita menyadari bahwa perlu pengetahuan atau ilmu bagaimana agara bisa berkomunikasi secara baik dan efektif.
Kemampuan berkomunikasi yang baik dan efektif sangat dibutuhkan oleh manusia agar dia dapat melaksanakan segala kegiatannya dengan lancar.  Terutama ketika seseorang beraktifitas dalam kegiatan yang formal. Dimana kegiatannya dilakukan secara langsung berhadap-hadapan. Diantara beberapa profesi yang jenis kegiatannya seperti itu adalah: konsultan, psikolog, dokter, guru, dosen, marketing, humas dan lain-lain.
Salah satu profesi yang penting, yang sebagian besar aktivitasnya berhadapan langsung dan berkomunikasi dengan orang lain adalah profesi pustakawan. Sebagai seorang profesional  yang bertugas sebagai fasilitator penyedia layanan informasi  bagi para pencari infomasi. Maka pustakawan dituntut untuk menguasai komunikasi interpersonal dengan baik dan efektif.
Penguasaan komunikasi interpersonal bagi pustakawan diharapkan mampu menghilangkan image buruk yang melekat pada sosok diri seorang pustakawan. Saya mengutip tulisan Anis damayanti dari pernyataan yang beliau kutip dari Ruth A. Kneale dalam tulisannya yang berjudul “you don’t look like librarian” , yang merupakan hasil survei menjelaskan bahwa pustakawan masih dipersepsikan sebagai sosok, jika perempuan dia sudah tua dengan rambut disanggul tinggi, dia memakai kacamata, suka mengenakan baju hangat tertutup rapat, mengenakan sepatu tidak menarik, sangat menyukai buku, pendiam, tidak suka tertawa, selalu mengucapkan “ssh” ...untuk mengingatkan pengguna agar tidak ribut, dia berkulit pucat karena jarang terkena sinar matahari, dan dia penuh debu karena selalu ada diantara tumpukan buku. Sangat menyedihkan bahwa image pustakawan yang kuno, old fashion, tidak modis dan tidak ramah tampaknya masih ada dibenaknya sebagian masyarakat.[1] Stigma tersebut tentu saja harus dihilangkan oleh para pustakawan yang bersangkutan. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menghilangkan stigma tersebut adalah dengan mempelajari bagaimana cara berkomunikasi interpersonal yang efektif.
Melalui mempelajari komunikasi interpersonal yang efektif maka para pustakawan dapat mengetahui dan memiliki kemamapuan agar menjadi penyampai pesan yang efektif, menjadi pendengar atau penerima pesan yang efektif juga jadi pribadi yang menarik.
Oleh karena itu kemampuan komunikasi interpersonal yang baik bagi pustakawan adalah hal yang sangat penting. Karena dengan memiliki keahlian ini maka pustakawan akan menjadi sangat profesional di bidangnya dan dapat menberikan pelayanan prima pada para pencari informasi.




B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud komunikasi interpersonal?
2.      Bagaimana keterampilan komunikasi interpersonal pada profesi pustakawan?

C.    Tujuan  Penelitian
1.      Mengetahui definisi komunikasi interpersonal
2.      Mengetahui komunikasi interpersonal pada profesi pustakawan












BAB II
TEORI KOMUNIKASI INTERPERSONAL

A.    Komunikasi Secara Umum
a.    Pengertian Komunikasi
Kata atau istilah komunikasi telah sering kita dengar, beragam bentuk komunikasi sering kita praktekkan dalam kehidupan sehari- hari. Mulai dari berdo’a {yang merupakan komunikasi dengan tuhan}, bersenda gurau, berpidato, hingga penggunaan alat-alat elektronik yang canggih. Istilah komunikasi memang sudah lazim ditelinga kita, meskipun masing-masing orang mengartikan istilah itu secara berlainan. Oelh karena itu, kesepakatan dalam mendefinisikan istilah komunikasi merupakan langkah awal untuk memperbaiki pemahaman atas fenomena yang rumit ini:
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “sama,”[2] communico,[3] communicatio,[4] atau communicare [5] yang berarti “membuat sama” {to make common}. Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip.[6]
   Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar atau salah. Seperti juga model dan teori, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefiniskan dan mengevaluasinya. Beberapa definisi mungkin terlalu sempit, misalnya “komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik” atau terlalu luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk atau lebih,” sehingga para peserta komunikasi ini mungkin termasuk hewan, tanaman, dan bahkan jin.[7]
Adapun beberapa definisi tentang komunikasi dintaranya adalah:
John R. Wenburg dan William W. Wilmot:
“Komunikasi adalah usaha untuk memperoleh makna.”[8]
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss:
“Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih.”[9]
Harold Lasswell:
“Komunikasi adalah proses yang menggambarkan siapa yang mengatakan apa dengan cara apa, kepada siapa dengan efek apa.”[10]

b.    Tujuan Komunikasi
Sering terlintas dari pikiran kita, mengapa kita berkomunikasi? Pertanyaan ini begitu luas, bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, sehingga tidak mudah kita menjawabnya.
Berdasarkan pengamatan para pakar komunikasi mengemukakan fungsi – fungsi yang berbeda – beda, meskipun adakalanya terdapat kesamaan dan tumpang tindih diantara berbagai pendapat tersebut. Thomas M. Scheidel[11] mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, atau berprilaku seperti yang kita inginkan. Namun menurut Scheidel tujuan dasar kita berkomunikasi adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita.
Sedangkan menurut Gordon I. [12]Zimmerman et al. Merumuskan bahwa kita dapat membagi tujuan komunikasi menjadi dua kategori besar. Pertama, kita berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas – tugas yang penting bagi kebutuhan kita – untuk memberi makan dan pakaian kepada diri-sendiri, memuasakan kepenasaran kiata akan lingkungan, dan menikmati hidup. Kedua, kita berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang lain. Jadi komunikasi mempunyai fungsi isi, yang melibatkan pertukaran informasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan tugas, dan fungsi hubungan yang melibatkan pertukaran informasi mengenai hubungan kita dengan orang lain.

c.    Fungsi Komunikasi
Judy C Person dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsuangan hidup diri sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan kesdaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.[13]
Sedangkan William I. Gorden, mengemukakan empat fungsi komunikasi, yakni komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental.[14]

d.   Prinsip - Prinsip Komunikasi
Menurut Deddy Mulyana, prinsip – prinsip komunikasi tersebut pada dasarnya merupakan penjabaran lebih jauh dari definisi atau hakikat komunikasi. Prinsip – prinsip tersebut diantaranya adalah:[15]
Prinsip Pertama, Komunikasi Adalah Proses Simbolik. Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang.[16] Manusia memang satu – satunya hewan yang menggunakan lambang, dan itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Ernst Cassirer mengatakan bahwa keunggulan manusia atas mahluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai Animal symbolicum.
Prinsip Kedua, Setiap Perilaku Mempunyai Potensi Komunikasi. Kita tidak dapat tidak berkomunikasi (we cannot not communicate) . tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Alih – alih, komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri.
Prinsip Ketiga, Komunikasi Punya Dimensi Isi dan Dimensi Hubungan. Dimensi isi disandi secara verbal. Sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan. Sebagai contoh, kalimat “aku benci kamu” yang diucapkan dengan nada menggoda mungkin sekali justru berarti sebaliknya.
Prinsip Keempat, Komunikasi Berlangsung Dalam Berbagai Tingkat Kesengajaan. Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan, dari komunikasi yang tidak sengaja sama sekali (misalnya ketika anda melamun sementara orang memperhatikan anda) hingga komunikasi yang benar – benar direncanakan dan disadari (ketika anda menyampaikan pidato). Kesengajaan bukanlah syarat untuk terjadinya komunikasi. Meskipun kita sama sekali tidak bermaksud menyampaiakan pesan kepada orang lain, perilaku kita potensial ditafsirkan orang lain.
Prinsip Kelima, Komunikasi Terjadi Dalam Konteks Ruang dan Waktu. Makna pesan juga tergantung pada konteks fisik dan ruang (termasuk iklim, suhu, intensitas cahaya, dan sebagainya), waktu, sosial, dan psikologis. Topik – topik yang lazim dipercakapkan di rumah, tempat kerja, atau tempat hiburan seperti “lelucon,” “acara televisi,” “bisnis,” atau “perdagangan” terasa kurang sopan bila dikemukakan di masjid.
Prinsip Keenam, Komunikasi Melibatkan Prediksi Peserta Komunikasi. Ketika orang – orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya, orang – orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Kita dapat memprediksi perilaku komunikasi orang lain berdasarkan perannya. Contohnya kita tidak dapat menyapa orang tua atau dosen kita dengan “kamu” atau “elu,” kecuali bila kita bersedia menerima resikonya, misalnya dicap sebagai orang yang kurang ajar.
Prinsip Ketujuh, Komunikasi Bersifat Sistemik. Setiap individu adalah suatu sistem yang hidup (a living system). Organ – organ dalam tubuh kita saling berhubungan. Kerusakan pada mata dapat membuat kepala kita pusing. Bahkan unsur diri kita yang bersifat jasmani juga berhubungan dengan unsur kita yang bersifat rohani. Kemarahan membuat jantung kita berdetak lebih cepat dan berkeringat.
Setidaknya ada dua sistem dasar beroperasi dalam transaksi komunikasi itu: Sistem Internal dan Sistem Eksternal. Sistem internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi, yang ia cerap selama sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosialnya (keluarga, masyarakat setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, kelompok sebaya, tempat kerja dan sebagainya).
Istilah – istilah lain yang identik dengan dengan sistem internal ini adalah kerangka rujukan (frame of reference), bidang pengalaman (field of experience), struktur kognitif (cognitive structure), pola pikir (thingking patterns), keadaan internal (internal states) atau sikap (attitude).
Berbeda dengan sistem internal, sistem eksternal terdiri dari unsur – unsur dalam lingkungan di luar individu, termasuk kata – kata yang ia pilih untuk berbicara, isyarat fisik peserta komunikasi, kegaduhan di sekitarnya, penataan ruangan, cahaya, dan temperatur ruangan.
Prinsip Kedelapan, Semakin Mirip latar Belakang Sosial-Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang – orang yang sedang berkomunikasi). Komunikasi yang efektif itu salah satunya dilatarbelakangi oleh kesamaan. Dalam kenyataannya, tidak pernah ada dua manusia yang persis sama, meskipun mereka kembar yang dilahirkan dan diasuh dalam keluarga yang sama dan dididik dengan cara yang sama. Namun dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras (suku), bahasa, tingkat pendidikan, atau tingkat ekonomi akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi lebih efektif. Kesamaan bahasa khususnya akan membuat orang – orang yang berkomunikasi lebih mudah mencapai pengertian bersama dibandingkan dengan orang – orang yang tidak memahami bahasa yang sama.
Prinsip Kesembilan,  Komunikasi Bersifat Nonsekuensial. Komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya (komunikasi tatap muka) bersifat dua arah. Ketika seseorang berbicara kepada seseorang lainnya, atau kepada kelompok orang seperti dalam rapat atau kuliah, sebetulnya komunikasi itu berjalan dua arah, karena orang – orang yang kita anggap sebagai pendengara atau penerima pesan sebenaranya juga menjadi pendengar atau penerima pesan pada saat yang sama, yaitu lewat perilaku nonverbal mereka. Misalnya seperti anggukan kepala mereka sebagai tanda mengerti atau setuju, menguap sebagai tanda bosan atau mengantuk, atau menggigit jari sebagai tanda gelisah.
Prinsip Kesepuluh, Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis dan Transaksional. Seperti juga waktu dan eksistensi, komunikasi tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir, melainkan merapakan proses yang sinambung (continuous), bahakan kejadian yang sangat sederhanapun, seperti “tolong ambilkan garam” melibatkan rangkaian kejadian yang rumit bila pendengar memnuhi permintaan tersebut.
Komunikasi sebagai proses dapat dianalogikan dengan pernyataan Heraclitus enam abad sebelum Masehi bahwa “seorang manusia tidak akan pernah melangkah di sungai yang sama dua kali.” Pada saat yang kedua itu, manusia itu berbeda, dan begitu juga sungainya. Ketika kita menyeberangi sungai untuk kedua kali, ketiga kali dan seterusnya  pada hari yang lain, maka sesungguhnya penyeberangan itu bukanlah fenomena yang sama. Kita sendiri sudah berubah, dari segi usia lebih tua, dari pengalaman juga lebih meningkat. Sungai itu pun sudah berubah. Air yang kita seberangi pun sudah mengalir entah kemana.
Prinsip Kesebelas, Komunikasi Bersifat Irrevisible. Suatu perilaku adalah suatu peristiwa. Oleh karena merupakan peristiwa, perilaku berlangsung dalam waktu dan tidak dapat ”diambil kembali.” Bila anda memukul wajah seseorang dan meretakkan hidungnya, peristiwa tersebut dan konsekuensi telah “terjadi”; anda tidak dapat memutar kembali jarum jam dan berpura-pura seakan – akan hal itu tidak terjadi.
Sifat irrevisible ini adalah implikasi dari komunikasi sebagai proses yang selalu berubah. Prinsip ini seyogianya menyadarkan kita bahwa kita harus hati-hati untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, sebab efeknya tidak tidak bisa ditiadakan sama sekali, meskipun kita berupaya meralatnya.
Prinsip Kedua Belas, Komunikasi Bukan Panasea Untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah. Banyak persoalan dan konflik antar manusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukanlah panasea (obat mujarob) untuk menyelesaikan persoalan atau konflik itu, karena persoalan atau konflik tersebut mungkin berkaitan dengan masalah struktural.

B.     Komunikasi Interpersonal
a.      Pengertian Komunikasi Interpersonal
Terdapat beberapa pengertian komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi. Deddy Mulyana mengemukakan bahwa Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang – orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami istreri, guru – murid, teman sejawat, dan sebagainya.[17]
R. Wayne Pace (1979) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi atau communication interpersonal merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung.[18]
Sedangkan DeVito (1992) menyatakan: “interpersonal communication is defined as communication that takes place between two persons who have a clearly established relationship; the people are in some way connected.”[19] Menurut De Vito komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang telah memiliki hubungan yang jelas, yang terhubungkan dengan beberapa cara. Jadi komunikasi interpersonal misalnya komunikasi yang terjadi antara ibu dengan anak, dokter dengan pasen, dua orang dalam suatu wawancara, dsb.
Dengan demikian, dari berbagai pengertian komunikasi interpersonal tersebut dapat diketahui bahwa karakteristik komunikasi interpersonal adalah terjadi diantara dua orang yang memiliki hubungan yang jelas, berlangsung secara tatap muka, bersifat interaktif dimana para pelaku komunikasi dapat saling bereaksi satu sama lain.

b.   Fungsi Komunikasi Interpersonal
Fungsi komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal adalah berusaha meningkatkan hubungan insani, menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.[20]
Adapun fungsi lain dari komunikasi interpersonal adalah :
1.      Mengenal diri sendiri dan orang lain.
2.      Komunikasi antar pribadi memungkinkan kita untuk mengetahui lingkungan kita secara baik.
3.      Menciptakan dan memelihara hubungan baik antar personal.
4.      Mengubah sikap dan perilaku.
5.      Bermain dan mencari hiburan dengan berbagai kesenangan pribadi.
6.      Membantu orang lain dalam menyelesaikan masalah.
            Fungsi global dari pada komunikasi antar pribadi adalah menyampaikan pesan yang umpan baliknya diperoleh saat proses komunikasi tersebut berlangsung.

c.    Sifat-Sifat Komunikasi Interpersonal
Menurut sifatnya, komunikasi antar pribadi dapat dibedakan atas dua macam yaitu :[21]        
1. Komunikasi Diadik (Dyadic Communication) ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orag dalam situasi tatap muka. Komunikasi Diadik menurut Pace dapat dilakukan dalam 3 bentuk yakni :
o  Percakapan : berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal.
o  Dialog : berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan lebih personal.
o  Wawancara : sifatnya lebih serius, yakni adanya pihak yang dominan pada posisi bertanya dan lainnya berada pada posisi menjawab.
2. Komunikasi kelompok kecil (Small Group Communication) ialah proses komunikasi yang berlangsung tiga orang atau lebih secara tatap mua, dimana anggotanya saling berinteraksi satu sama lain. Dan komunikasi kecil ini banyak dinilai dari sebagai type komunikasi antar pribadi karena :
a.       Anggotanya terlibat dalam suatu proses komunikasi yang berlangsung secara tatap
b.      Pembicaraan berlangsung secara terpotong-potong dimana semua pesertabisa berbicara dalam kedudukan yang sama, dengan kata lain tidak ada pembicaraan tunggal yang mendominasi.
c.       Sumber penerima sulit di identifikasi. Dalam situasi seperti saat ini, semua anggota bisa brperan sebagai sumber dan juga sebagai penerima. Karena itu, pengaruhnya bisa bermacam-macam. Misalnya : si A isa terpengaruh dari si B, dan si C bisa mempengaruhi si B. Proses komunikasi seperti ini biasanya banyak ditemukan dalam kelompok studi dan kelompok diskusi.

d.    Komunikasi Interpersonal yang Efektif             
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah terlepas dari komunikasi interpersonal. Namun adakalanya komunikasi yang kita bangun tidak membuahkan hasil atau tidak efektif. Untuk mengetahui sejauhmana komunikasi interpersonal itu efektif Neneng Komariah mengungkapkan dari  DeVito (1992) yang memandang komunikasi interpersonal yang efektif itu berdasarkan humanistic model dan pragmatic model. Humanistic model (soft approach) menunjukkan bahwa kualitas komunikasi interpersonal yang efektif ditentukan oleh 5 faktor, sebagai berikut [22]:
1.       Openness (keterbukaan) maksudnya adalah bahwa komunikasi interpersonal akan efektif apabila terdapat keinginan untuk membuka diri terhadap lawan bicara kita, keinginan untuk bereaksi dengan jujur pada pesan yang disampaikan oleh lawan bicara kita, keinginan untuk menghargai bahwa perasaan dan pemikiran yang disampaikan selama proses komunikasi berlangsung adalah kepunyaan kita sendiri (owning of feels and thought). Dalam situasi seperti ini diantara pelaku komunikasi akan tercipta keterbukaan perasaan dan pemikiran, serta masing-masing pihak bertanggung jawab atas apa yang disampaikannya.
2.       Empathy yaitu ikut merasakan apa yang orang lain rasakan tanpa kehilangan identitas diri sendiri. Melalui empathy kita bisa memahami baik secara emosi maupun secara intelektual apa yang pernah dialami oleh orang lain. Empathy harus diekspresikan sehingga lawan bicara kita mengetahui bahwa kita berempathy padanya, sehingga bisa meningkatkan efektivitas komunikasi.
3.       Supportiveness (mendukung) maksudnya adalah komunikasi interpersonal akan efektif apabila tercipta suasana yang mendukung. Nuansa dukungan akan tercipta apabila proses komunikasi bersifat deskriptif dan tidak evaluative, serta lebih fleksibel dan tidak kaku. Jadi dalam proses penyampaian pesan gunakanlah kata-kata atau kalimat yang deskriptif dan tidak memberikan penilaian, kemudian tunjukkan bahwa masingmasing pelaku komunikasi bersedia mendengarkan pendapat lawan bicara dan bahkan mengubah pendapat kalau memang diperlukan.
4.       Positiveness (sikap positif) maksudnya adalah dalam komunikasi interpersonal yang efektif para pelaku komunikasi harus menunjukkan sikap yang positif dan menghargai keberadaan orang lain sebagai seseorang yang penting (stroking).
5.        Equality (kesetaraan) maksudnya adalah penerimaan dan persetujuan terhadap orang lain yang menjadi lawan bicara. Harus disadari bahwa semua orang bernilai dan memiliki sesuatu yang penting yang bisa diberikan pada orang lain. Kesetaraan dalam komunikasi interpersonal harus ditunjukan dalam proses pergantian peran sebagai pembicara dan pendengar.
Pragmatic model (behavioural) atau disebut juga sebagai pendekatan keras (hard approach) atau (competence model) fokus pada perilaku tertentu yang harus digunakan oleh pelaku komunikasi interpersonal baik sebagai pembicara maupun sebagai pendengar apabila ingin efektif. Pendekatan ini pun menyatakan ada 5 kemampuan yang harus dimiliki, yaitu sebagai berikut[23]:
1)      Confidence (percaya diri) maksudnya adalah para pelaku komunikasi interpersonal harus memilki rasa percaya diri secara sosial (social confidence). Seorang socially confident communicator akan berkomunikasi dengan relax, tidak kaku dan bisa mengontrol gerakan tubuhnya, tidak gemetar atau malu. Kualitas kepribadian ini, juga bisa membantu pihak lain merasa lebih nyaman.
2)      Immediacy merujuk pada situasi adanya perasaan kebersamaan antara pembicara dan pendengar (oneness). Immediacy ditunjukan dengan sikap memperhatikan, menyenangi, dan tertarik pada lawan bicara. Bisa ditunjukkan baik secara verbal maupun secara non verbal.
3)      Interaction management maksudnya adalah kemampuan untuk mengontrol interaksi demi memuaskan kedua belah pihak pelaku komunikasi. Hal ini bisa ditunjukan dengan mengelola giliran berbicara, kelancaran pembicaraan, dan penyampain pesan secara konsisten. Kedua belah pihak harus melakukan self monitoring secara tepat.
4)      Expressiveness maksudnya adalah kemampuan untuk secara sungguhsungguh terlibat dalam proses komunikasi. Termasuk di dalamnya adalah bertanggungjawab atas apa yang disampaikan dan dipikirkan, merangsang lawan bicara untuk berani terbuka, dan memberikan feedback secara tepat.
5)      Other orientation maksudnya adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan orang lain selama proses komunikasi interpersonal berlangsung. Dalam hal ini termasuk memberikan perhatian dan menunjukkan rasa tertarik pada pembicaraan orang lain. Other orientation dapat ditunjukkan baik secara verbal maupun non verbal.
















BAB III
KETERAMPILAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL
BAGI PUSTAKAWAN

A.    Layanan Informasi Di Perpustakaan
Menurut Undang-undang RI No. 43/2007 tentang Perpustakaan, yang dimaksud dengan perpustakaan adalah: “institusi pengelola karya tulis, karya cetak dan atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.” Berdasarkan pengertian perpustakaan tersebut dapat diketahui bahwa perpustakaan merupakan suatu institusi yang menyediakan jasa penyediaan informasi (information provider bagi masyarakat). Dengan demikian perpustakaan membutuhkan staf yang profesional yang bekerja untuk membantu masyarakat pencari informasi memperoleh informasi yang dibutuhkannya. Kelompok profesional tersebut dikenal dengan sebutan pustakawan.
Menurut Sulistyo Basuki (1991) jasa dasar yang harus diberikan oleh semua jenis perpustakaan meliputi:
·      Pemberian informasi umum: merupakan jawaban atas pertanyaan yang lazim ditanyakan oleh pengunjung, misalnya di mana bagian buku anak, dimana ruangan kepala perpustakaan, dsb.
·      Penyediaan informasi khusus: mencakup penggunaan dokumen yang ada di perpustakaan atau konsultasi dengan pustakawan lain atau perpustakaa lain.
·      Bantuan dalam menelusur dokumen: bimbingan yang diberikan pada pengunjung agar mampu mencari informasi yang dibutuhkannya melalui dokumen yang tersedia di perpustakaan.
·      Bantuan dalam menggunakan katalog: bimbingan yang diberikan pada pengunjung agar mampu menggunakan katalog perpustakaan yang bersangkutan. Katalog merupakan alat bantu penelusuran dokumen yang ada di suatu perpustakaan, sehingga para pencari informasi harus mengetahui bagaimana cara menggunakannya.
·      Bantuan menggunakan buku rujukan (reference): bimbingan yang diberikan dalam menggunakan koleksi referens. Buku referens memiliki elemen artifisial yang menyebabkan berbagai variasi dalam susunan informasi, penyajian, tingkat ulasan, dsb. Karena berbagai variasi tersebut maka seringkali pengguna membutuhkan bantuan pustakawan[24].
Memperhatikan berbagai jasa yang disediakan oleh perpustakaan tersebut di atas, maka  para pustakawan harus terlatih dan mempunyai skill yang meunjang profesinya tersebut. Dalam melaksanakan profesinya maka ia   harus melayani dan memenuhi kebutuhan para pengunjung perpustakaan dan pasti akan selalu berhadapan langsung dengan para tamunya. Sehingga para pustakawan harus dibekali kemampuan dan penguasaan terhadap  komunikasi interpersonal dengan baik. Agar pelayanan prima bisa diberikan kepada seluruh pemustaka.


B.     Keterampilan Komunikasi Interpersonal Bagi Pustakawan

Dalam dunia perpustakaan, menurut Soeatminah pelayanan merupakan ujung tombak perpustakaan[25]. Baik tidaknya suatu perpustakaan bergantung pada bagaimana pelayanannya, karena bagian layanan inilah yang berhubungan langsung dengan para pengguna perpustakaan. Di sisi lain, pustakawan adalah pelaku langsung kegiatan layanan, sehingga kualitas pustakawan akan berpengaruh pada kualitas layanan perpustakaan. Kualitas pustakawan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain latar belakang pendidikan yang akan menentukan keahliannya, kepribadiannya, dan kemampuan berkomunikasi.
Kemampuan berkomunikasi dalam hal ini komunikasi interpersonal sangat penting, karena dalam pekerjaannya pustakawan akan berhadapan langsung dengan para pengguna perpustakaan. Keterampilan pustakawan dalam melakukan komunikasi interpersonal yang efektif akan menentukan keberhasilan pustakawan tersebut dalam melaksanakan tugasnya.
Mengacu pada yang telah dijelaskan oleh DeVito (1992) mengenai beberapa keterampilan komunikasi interpersonal yang efektif yang seharusnya dilaksanakan oleh mereka yang melakukan komunikasi interpersonal, maka menurut Neneng Komariah sebagaimana dia kutip dari De Vito, dengan memperhatikan situasi dan kondisi kerja di lingkungan perpustakaan, untuk profesi pustakawan beberapa keterampilan komunikasi interpersonal yang efektif yang harus dimiliki adalah sebagai berikut[26]:
a.         Empathy Maksudnya adalah pustakawan harus mampu untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dalam hal ini pencari informasi yang sedang dilayaninya. Misalnya ketika ada seorang pencari informasi yang datang mencari suatu informasi dan dia mengatakan bahwa informasi tersebut sangat dia butuhkan dengan cepat, karena merupakan bahan untuk membuat karya ilmiah dia yang harus dikumpulkan 2 hari lagi. Pustakawan yang berempati akan membantu orang  yang bersangkutan dengan segera dan berusaha untuk bekerja dengan lebih cepat, karena dia ikut merasakan bahwa informasi tersebut sangat dibutuhkan dan harus diperoleh secepat mungkin. Berdasarkan pendekatan pragmatis untuk komunikasi interpersonal yang efektif, empathy disebut sebagai other orientation.
b.         Supportiveness Maksudnya adalah pustakawan harus berusaha menciptakan suasana yang nyaman, yang fleksibel, dan mendukung para pencari informasi untuk berkomunikasi dengan dia. Tunjukkan sikap bahwa pustakawan siap membantu para tamunya. Hindarkan sikap seolah-olah pustakawan mengawasi para pengunjung perpustakaan. Sering dijumpai perpustakaan yang menerapkan begitu banyak larangan pada para pengunjungnya. Dilarang merokok, dilarang membawa tas, dilarang memakai jaket, dilarang membawa makanan, dilarang ribut, dst berbagai larangan yang seolah-olah pengunjung perpustakaan itu harus steril dan tunduk tanpa syarat pada semua larangan tersebut. Lebih parah lagi apabila pustakawannya juga bersikap seperti mengawasi semua pengunjungnya, bukannya menyambut ramah sehingga pengunjung perpustakaan merasa nyaman untuk berkomunikasi dengan dia.
c.         Positiveness Maksudnya adalah pustakawan harus memulai komunikasi dengan para pengunjung perpustakaan dengan sikap yang positif dan menganggap mereka sebagai orang penting yang harus diperlakukan dengan baik. Menyapa pengunjung dengan kata-kata yang baik disertai dengan senyuman yang manis akan membuat mereka merasa dihargai dan sebaliknya mereka juga akan menghargai pustakawan sebagai profesional yang dapat diandalkan.
d.         Equality Maksudnya adalah pustakawan harus memandang semua yang mengunjungi perpustakaannya merupakan orang-orang penting yang harus dihormati tanpa syarat. Jangan membeda-bedakan perlakuan pada pengunjung hanya karena penampilannya atau karena gelar akademisnya. Semua pengunjung perpustakaan merupakan pencari informasi yang harus dibantu secara proporsional, sehingga mereka puas atas layanan informasi yang diberikan. Hal penting lainnya berkaitan dengan equality adalah pustakawan jangan merasa bahwa dirinya lebih pintar dari tamunya, jangan menggurui, tapi tunjukan bahwa pustakawan bisa membantu mereka tanpa membuat mereka merasa bodoh.
e.         Confidence Maksudnya adalah bahwa dalam melayani para pengunjung perpustakaan, pustakawan harus memiliki rasa percaya diri. Memang mungkin agak sulit bagi mereka yang memilki sifat pemalu atau sering cemas, tetapi melalui latihan dan berusaha tentunya kesulitan tersebut bisa diatasi. Tunjukan bahwa pustakawan adalah orang yang cerdas, yang menguasai pekerjaannya dengan baik. Sehingga mereka akan percaya bahwa pustakawan merupakan orang yang dapat diandalkan untuk dikonsultasi apabila mereka membutuhkan informasi.
f.          Immediacy Maksudnya adalah bahwa pustakawan harus menunjukkan perhatian, rasa tertarik, dan juga senang terhadap permasalahan yang disampaikan oleh pengunjung perpustakaan. Hal tersebut bisa diekspresikan secara non verbal dengan senyuman dan tatapan mata yang ramah. Hal ini akan membangkitkan semangat pengunjung perpustakaan untuk mau bertanya tentang informasi yang dibutuhkannya. Sikap ini akan membantu pengunjung yang pemalu atau malas untuk bertanya menjadi berani untuk berkomunikasi dengan pustakawan.
g.         Interaction management Maksudnya adalah pustakawan harus mampu mengelola proses komunikasi yang berlangsung antara dia dengan pencari informasi secara efektif. Membuat percakapan berjalan lancar, sehingga pencari informasi bisa menyampaikan dengan jelas apa yang dibutuhkannya, dan pustakawan pun memahaminya dengan tepat. Interaction management yang baik akan menciptakan situasi komunikasi yang menyenangkan yang akan memuaskan kedua belah pihak.
Demikian beberapa keterampilan yang harus dimiliki pustakawan ketika dia berkomunikasi interpersonal dengan para pengunjung yang mencari informasi di perpustakaan. Diharapkan pustakawan mampu menerapkan prinsip-prinsip tersebut sehingga bisa menciptakan proses komunikasi interpersonal yang efektif.
Apakah seorang pengunjung yang mencari informasi di perpustakaan berhasil mendapatkan informasi yang dia peroleh atau tidak, bukanlah satu-satunya indicator kualitas pustakawan. Ada hal yang lebih penting yaitu pustakawan mampu memberikan layanan yang memuaskan, sehingga pengunjung merasa senang dan akan kembali lagi mengunjungi perpustakaan tersebut.
Satu hal penting lainnya yang ditekankan oleh Neneng Komariah bahwa dalam melaksanakan komunikasi interpersonal dalam layanan informasi di perpustakaan adalah kemampuan pustakawan untuk listening atau mendenga[27]rkan apa yang disampaikan oleh para pencari informasi. Dengan mendengarkan secara baik, maka pustakawan dapat menerima dan memahami apa yang dibutuhkan oleh mereka. Tentu saja dialog juga akan dibutuhkan agar pustakawan bisa memahami dengan jelas dan tepat apa yang dibutuhkan oleh pencari informasi. Namun janganlah mendominasi pembicaraan karena akan memberikan kesan bahwa pustakawan lebih tahu atau menganggap klien tidak penting.



















KESIMPULAN

Kata atau istilah komunikasi telah sering kita dengar, beragam bentuk komunikasi sering kita praktekkan dalam kehidupan sehari- hari. Mulai dari berdo’a {yang merupakan komunikasi dengan tuhan}, bersenda gurau, berpidato, hingga penggunaan alat-alat elektronik yang canggih.
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “sama,” communico, communicatio, atau communicare  yang berarti “membuat sama” {to make common}. Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip.
Adapun beberapa definisi tentang komunikasi dintaranya adalah:
John R. Wenburg dan William W. Wilmot:
“Komunikasi adalah usaha untuk memperoleh makna.”
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss:
“Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih.”
Harold Lasswell:
“Komunikasi adalah proses yang menggambarkan siapa yang mengatakan apa dengan cara apa, kepada siapa dengan efek apa.”
Terdapat beberapa pengertian komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi. Deddy Mulyana mengemukakan bahwa Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang – orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.
R. Wayne Pace (1979) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi atau communication interpersonal merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung.
Sedangkan DeVito (1992) menyatakan: “interpersonal communication is defined as communication that takes place between two persons who have a clearly established relationship; the people are in some way connected.” Menurut DeVito komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang telah memiliki hubungan yang jelas, yang terhubungkan dengan beberapa cara. Jadi komunikasi interpersonal misalnya komunikasi yang terjadi antara ibu dengan anak, dokter dengan pasen, dua orang dalam suatu wawancara, dsb.
Mengacu pada yang telah dijelaskan oleh DeVito (1992) mengenai beberapa keterampilan komunikasi interpersonal yang efektif yang seharusnya dilaksanakan oleh mereka yang melakukan komunikasi interpersonal, maka dengan memperhatikan situasi dan kondisi kerja di lingkungan perpustakaan, untuk profesi pustakawan beberapa keterampilan komunikasi interpersonal yang efektif yang harus dimiliki adalah sebagai berikut:
a.       Empathy Maksudnya adalah pustakawan harus mampu untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dalam hal ini pencari informasi yang sedang dilayaninya.
b.      Immediacy Maksudnya adalah bahwa pustakawan harus menunjukkan perhatian, rasa tertarik, dan juga senang terhadap permasalahan yang disampaikan oleh pengunjung perpustakaan. merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dalam hal ini pencari informasi yang sedang dilayaninya.
c.       Positiveness Maksudnya adalah pustakawan harus memulai komunikasi dengan para pengunjung perpustakaan dengan sikap yang positif dan menganggap mereka sebagai orang penting yang harus diperlakukan dengan baik.
d.      Confidence Maksudnya adalah bahwa dalam melayani para pengunjung perpustakaan, pustakawan harus memiliki rasa percaya diri.
e.       Interaction management Maksudnya adalah pustakawan harus mampu mengelola proses komunikasi yang berlangsung antara dia dengan pencari informasi secara efektif.












DAFTAR PUSTAKA
Cangara, Hafied,  Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Cherry, Colin, World Communication: Threat or Promise?, New York: john Wiley & Sons, 1978.
Damayanti, Ninis Agustini, Interpersonal Skill Dalam Pelayanan Perpustakaan, Pustaha; Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.1, No.1, Juni 2015
DeVito, Joseph A, The Interpersonal Communication Book. 6th ed. New York: Harper Collins. 1992
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997.
Gorrden,William I, Communication: Personal and Public. Sherman Oaks, CA: Alfred, 1978,
Hayakawa, S.I. “Symbols” Dalam Wayne Austin Shrope. Experiences in Communication. New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1974.
Mulyana, Deddy,  Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Pearson, Judy C. dan Paul E. Nelson, Understanding and Sharing: An Introduction to Speech Communication,  Dubuque, Iowa: Wm.C. Brown, 1979.
Scheidel, Thomas M, Speech Communication and Human Interaction. Edisi Ke. 2. Glenville. III.:Scott. Foresman & Co., 1976.
Soeatminah, Perpustakaan, Kepustakawanan dan Pustakawan. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia, 1991
Tubbs, Stewart L. dan Sylvia Moss, Human Communication. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill, 1994.
Wenburg,  John R. dan William W. Wilmot. The Personal Communication Process. New York: John Wiley & Sons, 1973.
Zimmerman, Gordon I. James L. Owen, dan David R. Seibert, Speech Communication: A Contemporary Introduction, St. Paul: West, 1977.




[1] Ninis Agustini Damayanti, Interpersonal Skill Dalam Pelayanan Perpustakaan, (Pustaha; jurnal studi perpustakaan dan Informasi, Vol.1, No.1, Juni 2015), hlm. 23
[2] William I. Gorrden. Communication: Personal and Public. Sherman Oaks, (CA: Alfred, 1978), hlm 28
[3] Colin Cherry, World Communication: Threat or Promise? (New York: john Wiley & Sons, 1978), hlm. 2
[4] Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), hlm.4
[5] Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson. Understanding and Sharing: An Introduction to Speech Communication, (Dubuque, Iowa: Wm.C. Brown, 1979), hlm. 3
[6] Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm.46
[7] Ibid. Dedy Mulyana. Pengantar....hlm. 46
[8] John R. Wenburg dan William W. Wilmot. The Personal Communication Process.( New York: John Wiley & Sons, 1973), hlm. 7
[9] Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication. Edisi ke-7. (New York: McGraw-Hill, 1994), hlm. 6
[10] Ibid. Dedy Mulyana. Pengantar....hlm. 147
[11] Thomas M. Scheidel. Speech Communication and Human Interaction. Edisi Ke. 2. Glenville. III.:Scott. Foresman & Co., 1976, hlm. 28
[12] Gordon I. Zimmerman, James L. Owen, dan David R. Seibert. Speech Communication: A Contemporary Introduction. St. Paul: West, 1977, hlm. 7
[13] Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson. Understanding and Sharing: An Introduction to Speech Communication, (Dubuque, Iowa: Wm.C. Brown, 1979), hlm. 10-11
[14] William I. Gorden. Communication: Personal and Public. Sherman Oaks, CA: Alfred, 1978.
[15] Ibid Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi: ........................................................, hlm. 91
[16] S.I. Hayakawa. “Symbols” Dalam Wayne Austin Shrope. Experiences in Communication. (New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1974), hlm. 144.
[17] Ibid. Deddy Mulyana, Pengantar.....hlm. 81
[18] Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
1998)  hlm.32
[19] DeVito, Joseph A.. The Interpersonal Communication Book. 6th ed.
 (New York, Harper Collins, 1992). Hlm. 11
[20] Ibid. H. Hafied Canggara, Pengantar Ilmu............................................................hlm. 33
[21] Ibid. H. Hafied Canggara, Pengantar Ilmu............hlm.32
[22] Neneng Komariah, keterampilan Komunikasi interpersonal bagi pustakawan, (Bandung, Fikom Unpad, 2009), hlm. 7.
[23] Ibid.
[24] Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan. (Jakarta: Gramedia, 1991) hlm. 27

[25] Soeatminah, Perpustakaan, Kepustakawanan dan Pustakawan, (Yogyakarta: Kanisius,1992) hlm.129
[26] Neneng Komariah, keterampilan Komunikasi interpersonal bagi.......................... hlm. 17.
[27] Ibid.