BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
merupakan mahluk sosial, sebagai mahluk sosial maka ia tidak mungkin akan lepas
dari hubungan, kepentingan, atau pertolongan dari manusia lainnya. Untuk
mendukung semua kebutuhan tersebut maka manusia perlu berkomunikasi, agar apa
yang ia inginkan bisa tercapai. Komunikasi adalah kebutuhan dasar bagi setiap
individu manusia. Disadari atau tidak dalam setiap waktu dan kesempatan kita
pasti perlu komunikasi. Mengapa? Karena
komunikasi adalah satu alat yang mampu menjembatani dan menjadi
penghubung maksud dan keinginan orang
lain, sehingga terjadi hubungan, baik dalam hubungan dalam kehidupan sehari –
hari seperti di rumah tangga, sekolah, tempat kerja, pasar, sekolah, kampus termasuk
di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam lingkup regional maupun
internasional.
Dalam
teori komunikasi ada istilah teori komunikasi interpersonal, kegiatan
komunikasi interpersonal merupakan kegiatan sehari – hari yang banyak dilakukan
oleh manusia sebagai mahluk sosial. Sejak diri kita terbangun dari tidur di
pagi hari sampai tidur lagi di waktu malam. Sebagian waktu kita banyak yang
digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu komunikasi interpersonal
adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap individu manusia.
Karena
persepsi sebagian manusia yang menganggap bahwa kemampuan komunikasi
interpersonal ini adalah sifat bawaan tiap individu, yang akan tumbuh dan
berkembang dengan seiring berjalannya waktu. Maka banyak sekali orang yang
menyepelekannya dan beranggapan tidak perlu ada pembelajaran khusus untuk
mempelajari komunikasi interpersonal ini.
Akan
tetapi kita sering melihat fakta yang berbeda dalam kehidupan kita sehari-hari,
diantaranya kita sering berbeda pendapat dengan orang lain, lalu terjadi
situasi ketidaknyamanan atau bahkan terjadi konflik yang sangat sengit, hal ini
disebabkan adanya kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Setelah menghadapi
kondisi seperti ini baru kita menyadari bahwa perlu pengetahuan atau ilmu
bagaimana agara bisa berkomunikasi secara baik dan efektif.
Kemampuan
berkomunikasi yang baik dan efektif sangat dibutuhkan oleh manusia agar dia
dapat melaksanakan segala kegiatannya dengan lancar. Terutama ketika seseorang beraktifitas dalam
kegiatan yang formal. Dimana kegiatannya dilakukan secara langsung
berhadap-hadapan. Diantara beberapa profesi yang jenis kegiatannya seperti itu
adalah: konsultan, psikolog, dokter, guru, dosen, marketing, humas dan lain-lain.
Salah
satu profesi yang penting, yang sebagian besar aktivitasnya berhadapan langsung
dan berkomunikasi dengan orang lain adalah profesi pustakawan. Sebagai seorang
profesional yang bertugas sebagai
fasilitator penyedia layanan informasi
bagi para pencari infomasi. Maka pustakawan dituntut untuk menguasai
komunikasi interpersonal dengan baik dan efektif.
Penguasaan
komunikasi interpersonal bagi pustakawan diharapkan mampu menghilangkan image
buruk yang melekat pada sosok diri seorang pustakawan. Saya mengutip tulisan
Anis damayanti dari pernyataan yang beliau kutip dari Ruth A. Kneale dalam
tulisannya yang berjudul “you don’t look like librarian” , yang merupakan hasil
survei menjelaskan bahwa pustakawan masih dipersepsikan sebagai sosok, jika
perempuan dia sudah tua dengan rambut disanggul tinggi, dia memakai kacamata,
suka mengenakan baju hangat tertutup rapat, mengenakan sepatu tidak menarik,
sangat menyukai buku, pendiam, tidak suka tertawa, selalu mengucapkan “ssh”
...untuk mengingatkan pengguna agar tidak ribut, dia berkulit pucat karena
jarang terkena sinar matahari, dan dia penuh debu karena selalu ada diantara
tumpukan buku. Sangat menyedihkan bahwa image pustakawan yang kuno, old
fashion, tidak modis dan tidak ramah tampaknya masih ada dibenaknya sebagian
masyarakat.[1]
Stigma tersebut tentu saja harus dihilangkan oleh para pustakawan yang
bersangkutan. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menghilangkan stigma
tersebut adalah dengan mempelajari bagaimana cara berkomunikasi interpersonal
yang efektif.
Melalui
mempelajari komunikasi interpersonal yang efektif maka para pustakawan dapat
mengetahui dan memiliki kemamapuan agar menjadi penyampai pesan yang efektif,
menjadi pendengar atau penerima pesan yang efektif juga jadi pribadi yang
menarik.
Oleh
karena itu kemampuan komunikasi interpersonal yang baik bagi pustakawan adalah
hal yang sangat penting. Karena dengan memiliki keahlian ini maka pustakawan
akan menjadi sangat profesional di bidangnya dan dapat menberikan pelayanan
prima pada para pencari informasi.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud komunikasi interpersonal?
2. Bagaimana
keterampilan komunikasi interpersonal pada profesi pustakawan?
C.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui
definisi komunikasi interpersonal
2. Mengetahui
komunikasi interpersonal pada profesi pustakawan
BAB II
TEORI KOMUNIKASI
INTERPERSONAL
A.
Komunikasi
Secara Umum
a.
Pengertian
Komunikasi
Kata
atau istilah komunikasi telah sering kita dengar, beragam bentuk komunikasi
sering kita praktekkan dalam kehidupan sehari- hari. Mulai dari berdo’a {yang
merupakan komunikasi dengan tuhan}, bersenda gurau, berpidato, hingga
penggunaan alat-alat elektronik yang canggih. Istilah komunikasi memang sudah
lazim ditelinga kita, meskipun masing-masing orang mengartikan istilah itu
secara berlainan. Oelh karena itu, kesepakatan dalam mendefinisikan istilah
komunikasi merupakan langkah awal untuk memperbaiki pemahaman atas fenomena
yang rumit ini:
Kata
komunikasi atau communication dalam
bahasa inggris berasal dari kata latin communis
yang berarti “sama,”[2] communico,[3]
communicatio,[4]
atau communicare [5]
yang berarti “membuat sama” {to make common}. Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan
akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip.[6]
Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak
ada definisi yang benar atau salah. Seperti juga model dan teori, definisi
harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefiniskan
dan mengevaluasinya. Beberapa definisi mungkin terlalu sempit, misalnya
“komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik” atau terlalu
luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk atau lebih,”
sehingga para peserta komunikasi ini mungkin termasuk hewan, tanaman, dan
bahkan jin.[7]
Adapun
beberapa definisi tentang komunikasi dintaranya adalah:
John
R. Wenburg dan William W. Wilmot:
“Komunikasi
adalah usaha untuk memperoleh makna.”[8]
Stewart
L. Tubbs dan Sylvia Moss:
“Komunikasi
adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih.”[9]
Harold
Lasswell:
“Komunikasi
adalah proses yang menggambarkan siapa yang mengatakan apa dengan cara apa,
kepada siapa dengan efek apa.”[10]
b. Tujuan
Komunikasi
Sering
terlintas dari pikiran kita, mengapa kita berkomunikasi? Pertanyaan ini begitu
luas, bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, sehingga tidak mudah kita
menjawabnya.
Berdasarkan
pengamatan para pakar komunikasi mengemukakan fungsi – fungsi yang berbeda –
beda, meskipun adakalanya terdapat kesamaan dan tumpang tindih diantara
berbagai pendapat tersebut. Thomas M. Scheidel[11] mengemukakan
bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas
diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita, dan untuk mempengaruhi
orang lain untuk merasa, berpikir, atau berprilaku seperti yang kita inginkan.
Namun menurut Scheidel tujuan dasar kita berkomunikasi adalah untuk
mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis kita.
Sedangkan
menurut Gordon I. [12]Zimmerman
et al. Merumuskan bahwa kita dapat membagi tujuan komunikasi menjadi dua
kategori besar. Pertama, kita berkomunikasi untuk menyelesaikan tugas – tugas
yang penting bagi kebutuhan kita – untuk memberi makan dan pakaian kepada
diri-sendiri, memuasakan kepenasaran kiata akan lingkungan, dan menikmati
hidup. Kedua, kita berkomunikasi untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan
orang lain. Jadi komunikasi mempunyai fungsi isi, yang melibatkan pertukaran
informasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan tugas, dan fungsi hubungan
yang melibatkan pertukaran informasi mengenai hubungan kita dengan orang lain.
c.
Fungsi
Komunikasi
Judy
C Person dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi
umum. Pertama, untuk kelangsuangan hidup diri sendiri yang meliputi:
keselamatan fisik, meningkatkan kesdaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri
kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup
masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan
keberadaan suatu masyarakat.[13]
Sedangkan
William I. Gorden, mengemukakan empat fungsi komunikasi, yakni komunikasi
sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental.[14]
d.
Prinsip
- Prinsip Komunikasi
Menurut
Deddy Mulyana, prinsip – prinsip komunikasi tersebut pada dasarnya merupakan
penjabaran lebih jauh dari definisi atau hakikat komunikasi. Prinsip – prinsip
tersebut diantaranya adalah:[15]
Prinsip Pertama,
Komunikasi Adalah Proses Simbolik. Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti
dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan
lambang.[16]
Manusia memang satu – satunya hewan yang menggunakan lambang, dan itulah yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Ernst Cassirer mengatakan bahwa
keunggulan manusia atas mahluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai Animal symbolicum.
Prinsip Kedua, Setiap
Perilaku Mempunyai Potensi Komunikasi. Kita tidak dapat tidak berkomunikasi (we
cannot not communicate) . tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi.
Alih – alih, komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku
orang lain atau perilakunya sendiri.
Prinsip Ketiga, Komunikasi
Punya Dimensi Isi dan Dimensi Hubungan. Dimensi isi disandi secara verbal.
Sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukkan
muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan
menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana
hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu
ditafsirkan. Sebagai contoh, kalimat “aku benci kamu” yang diucapkan dengan
nada menggoda mungkin sekali justru berarti sebaliknya.
Prinsip Keempat, Komunikasi
Berlangsung Dalam Berbagai Tingkat Kesengajaan. Komunikasi dilakukan dalam
berbagai tingkat kesengajaan, dari komunikasi yang tidak sengaja sama sekali
(misalnya ketika anda melamun sementara orang memperhatikan anda) hingga
komunikasi yang benar – benar direncanakan dan disadari (ketika anda menyampaikan
pidato). Kesengajaan bukanlah syarat untuk terjadinya komunikasi. Meskipun kita
sama sekali tidak bermaksud menyampaiakan pesan kepada orang lain, perilaku
kita potensial ditafsirkan orang lain.
Prinsip Kelima, Komunikasi
Terjadi Dalam Konteks Ruang dan Waktu. Makna pesan juga tergantung pada konteks
fisik dan ruang (termasuk iklim, suhu, intensitas cahaya, dan sebagainya),
waktu, sosial, dan psikologis. Topik – topik yang lazim dipercakapkan di rumah,
tempat kerja, atau tempat hiburan seperti “lelucon,” “acara televisi,”
“bisnis,” atau “perdagangan” terasa kurang sopan bila dikemukakan di masjid.
Prinsip Keenam, Komunikasi
Melibatkan Prediksi Peserta Komunikasi. Ketika orang – orang berkomunikasi,
mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi
juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya, orang – orang memilih
strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan
merespons. Kita dapat memprediksi perilaku komunikasi orang lain berdasarkan
perannya. Contohnya kita tidak dapat menyapa orang tua atau dosen kita dengan
“kamu” atau “elu,” kecuali bila kita bersedia menerima resikonya, misalnya
dicap sebagai orang yang kurang ajar.
Prinsip Ketujuh, Komunikasi
Bersifat Sistemik. Setiap individu adalah suatu sistem yang hidup (a living
system). Organ – organ dalam tubuh kita saling berhubungan. Kerusakan pada mata
dapat membuat kepala kita pusing. Bahkan unsur diri kita yang bersifat jasmani
juga berhubungan dengan unsur kita yang bersifat rohani. Kemarahan membuat
jantung kita berdetak lebih cepat dan berkeringat.
Setidaknya
ada dua sistem dasar beroperasi dalam transaksi komunikasi itu: Sistem Internal dan Sistem Eksternal. Sistem internal adalah seluruh sistem nilai yang
dibawa oleh individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi, yang ia cerap
selama sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosialnya (keluarga, masyarakat
setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, kelompok sebaya,
tempat kerja dan sebagainya).
Istilah
– istilah lain yang identik dengan dengan sistem internal ini adalah kerangka
rujukan (frame of reference), bidang pengalaman (field of experience), struktur
kognitif (cognitive structure), pola pikir (thingking patterns), keadaan
internal (internal states) atau sikap (attitude).
Berbeda
dengan sistem internal, sistem eksternal terdiri dari unsur – unsur dalam
lingkungan di luar individu, termasuk kata – kata yang ia pilih untuk
berbicara, isyarat fisik peserta komunikasi, kegaduhan di sekitarnya, penataan
ruangan, cahaya, dan temperatur ruangan.
Prinsip Kedelapan,
Semakin Mirip latar Belakang Sosial-Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi. Komunikasi
yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para
pesertanya (orang – orang yang sedang berkomunikasi). Komunikasi yang efektif
itu salah satunya dilatarbelakangi oleh kesamaan. Dalam kenyataannya, tidak
pernah ada dua manusia yang persis sama, meskipun mereka kembar yang dilahirkan
dan diasuh dalam keluarga yang sama dan dididik dengan cara yang sama. Namun
dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras (suku), bahasa, tingkat pendidikan,
atau tingkat ekonomi akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik dan pada
gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi lebih efektif.
Kesamaan bahasa khususnya akan membuat orang – orang yang berkomunikasi lebih
mudah mencapai pengertian bersama dibandingkan dengan orang – orang yang tidak
memahami bahasa yang sama.
Prinsip Kesembilan, Komunikasi Bersifat Nonsekuensial. Komunikasi
manusia dalam bentuk dasarnya (komunikasi tatap muka) bersifat dua arah. Ketika
seseorang berbicara kepada seseorang lainnya, atau kepada kelompok orang
seperti dalam rapat atau kuliah, sebetulnya komunikasi itu berjalan dua arah,
karena orang – orang yang kita anggap sebagai pendengara atau penerima pesan
sebenaranya juga menjadi pendengar atau penerima pesan pada saat yang sama,
yaitu lewat perilaku nonverbal mereka. Misalnya seperti anggukan kepala mereka
sebagai tanda mengerti atau setuju, menguap sebagai tanda bosan atau mengantuk,
atau menggigit jari sebagai tanda gelisah.
Prinsip Kesepuluh, Komunikasi
Bersifat Prosesual, Dinamis dan Transaksional. Seperti juga waktu dan
eksistensi, komunikasi tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir,
melainkan merapakan proses yang sinambung (continuous), bahakan kejadian yang
sangat sederhanapun, seperti “tolong ambilkan garam” melibatkan rangkaian
kejadian yang rumit bila pendengar memnuhi permintaan tersebut.
Komunikasi
sebagai proses dapat dianalogikan dengan pernyataan Heraclitus enam abad
sebelum Masehi bahwa “seorang manusia tidak akan pernah melangkah di sungai
yang sama dua kali.” Pada saat yang kedua itu, manusia itu berbeda, dan begitu
juga sungainya. Ketika kita menyeberangi sungai untuk kedua kali, ketiga kali
dan seterusnya pada hari yang lain, maka
sesungguhnya penyeberangan itu bukanlah fenomena yang sama. Kita sendiri sudah
berubah, dari segi usia lebih tua, dari pengalaman juga lebih meningkat. Sungai
itu pun sudah berubah. Air yang kita seberangi pun sudah mengalir entah kemana.
Prinsip Kesebelas, Komunikasi
Bersifat Irrevisible. Suatu perilaku adalah suatu peristiwa. Oleh karena
merupakan peristiwa, perilaku berlangsung dalam waktu dan tidak dapat ”diambil
kembali.” Bila anda memukul wajah seseorang dan meretakkan hidungnya, peristiwa
tersebut dan konsekuensi telah “terjadi”; anda tidak dapat memutar kembali
jarum jam dan berpura-pura seakan – akan hal itu tidak terjadi.
Sifat
irrevisible ini adalah implikasi dari komunikasi sebagai proses yang selalu berubah.
Prinsip ini seyogianya menyadarkan kita bahwa kita harus hati-hati untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain, sebab efeknya tidak tidak bisa ditiadakan
sama sekali, meskipun kita berupaya meralatnya.
Prinsip Kedua Belas,
Komunikasi Bukan Panasea Untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah. Banyak persoalan
dan konflik antar manusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi
bukanlah panasea (obat mujarob) untuk menyelesaikan persoalan atau konflik itu,
karena persoalan atau konflik tersebut mungkin berkaitan dengan masalah
struktural.
B.
Komunikasi
Interpersonal
a.
Pengertian
Komunikasi Interpersonal
Terdapat
beberapa pengertian komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh para ahli
komunikasi. Deddy Mulyana mengemukakan bahwa Komunikasi antarpribadi
(interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang – orang secara
tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari
komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication)
yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami istreri, guru – murid, teman
sejawat, dan sebagainya.[17]
R.
Wayne Pace (1979) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi atau communication
interpersonal merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang
atau lebih secara tatap muka dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara
langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung.[18]
Sedangkan
DeVito (1992) menyatakan: “interpersonal communication is defined as
communication that takes place between two persons who have a clearly
established relationship; the people are in some way connected.”[19] Menurut
De Vito komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi diantara dua
orang yang telah memiliki hubungan yang jelas, yang terhubungkan dengan
beberapa cara. Jadi komunikasi interpersonal misalnya komunikasi yang terjadi
antara ibu dengan anak, dokter dengan pasen, dua orang dalam suatu wawancara,
dsb.
Dengan
demikian, dari berbagai pengertian komunikasi interpersonal tersebut dapat
diketahui bahwa karakteristik komunikasi interpersonal adalah terjadi diantara
dua orang yang memiliki hubungan yang jelas, berlangsung secara tatap muka,
bersifat interaktif dimana para pelaku komunikasi dapat saling bereaksi satu
sama lain.
b. Fungsi Komunikasi
Interpersonal
Fungsi
komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal adalah berusaha
meningkatkan hubungan insani, menghindari dan mengatasi konflik-konflik
pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagai pengetahuan dan
pengalaman dengan orang lain.[20]
Adapun
fungsi lain dari komunikasi interpersonal adalah :
1. Mengenal
diri sendiri dan orang lain.
2. Komunikasi
antar pribadi memungkinkan kita untuk mengetahui lingkungan kita secara baik.
3. Menciptakan
dan memelihara hubungan baik antar personal.
4. Mengubah
sikap dan perilaku.
5. Bermain
dan mencari hiburan dengan berbagai kesenangan pribadi.
6. Membantu
orang lain dalam menyelesaikan masalah.
Fungsi global dari pada komunikasi antar pribadi adalah
menyampaikan pesan yang umpan baliknya diperoleh saat proses komunikasi
tersebut berlangsung.
c.
Sifat-Sifat
Komunikasi Interpersonal
Menurut
sifatnya, komunikasi antar pribadi dapat dibedakan atas dua macam yaitu :[21]
1.
Komunikasi Diadik (Dyadic Communication) ialah proses komunikasi yang
berlangsung antara dua orag dalam situasi tatap muka. Komunikasi Diadik menurut
Pace dapat dilakukan dalam 3 bentuk yakni :
o Percakapan
: berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal.
o Dialog
: berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan lebih personal.
o Wawancara
: sifatnya lebih serius, yakni adanya pihak yang dominan pada posisi bertanya
dan lainnya berada pada posisi menjawab.
2.
Komunikasi kelompok kecil (Small Group Communication) ialah proses komunikasi
yang berlangsung tiga orang atau lebih secara tatap mua, dimana anggotanya
saling berinteraksi satu sama lain. Dan komunikasi kecil ini banyak dinilai
dari sebagai type komunikasi antar pribadi karena :
a. Anggotanya
terlibat dalam suatu proses komunikasi yang berlangsung secara tatap
b. Pembicaraan
berlangsung secara terpotong-potong dimana semua pesertabisa berbicara dalam
kedudukan yang sama, dengan kata lain tidak ada pembicaraan tunggal yang
mendominasi.
c. Sumber
penerima sulit di identifikasi. Dalam situasi seperti saat ini, semua anggota
bisa brperan sebagai sumber dan juga sebagai penerima. Karena itu, pengaruhnya
bisa bermacam-macam. Misalnya : si A isa terpengaruh dari si B, dan si C bisa
mempengaruhi si B. Proses komunikasi seperti ini biasanya banyak ditemukan
dalam kelompok studi dan kelompok diskusi.
d.
Komunikasi
Interpersonal yang Efektif
Dalam
kehidupan sehari-hari kita tidak pernah terlepas dari komunikasi interpersonal.
Namun adakalanya komunikasi yang kita bangun tidak membuahkan hasil atau tidak
efektif. Untuk mengetahui sejauhmana komunikasi interpersonal itu efektif
Neneng Komariah mengungkapkan dari DeVito
(1992) yang memandang komunikasi interpersonal yang efektif itu berdasarkan humanistic model dan pragmatic model. Humanistic
model (soft approach) menunjukkan bahwa kualitas komunikasi interpersonal yang
efektif ditentukan oleh 5 faktor, sebagai berikut [22]:
1.
Openness
(keterbukaan) maksudnya adalah bahwa komunikasi interpersonal akan efektif
apabila terdapat keinginan untuk membuka diri terhadap lawan bicara kita,
keinginan untuk bereaksi dengan jujur pada pesan yang disampaikan oleh lawan
bicara kita, keinginan untuk menghargai bahwa perasaan dan pemikiran yang
disampaikan selama proses komunikasi berlangsung adalah kepunyaan kita sendiri
(owning of feels and thought). Dalam situasi seperti ini diantara pelaku
komunikasi akan tercipta keterbukaan perasaan dan pemikiran, serta
masing-masing pihak bertanggung jawab atas apa yang disampaikannya.
2.
Empathy
yaitu ikut merasakan apa yang orang lain rasakan tanpa kehilangan identitas
diri sendiri. Melalui empathy kita bisa memahami baik secara emosi maupun
secara intelektual apa yang pernah dialami oleh orang lain. Empathy harus
diekspresikan sehingga lawan bicara kita mengetahui bahwa kita berempathy
padanya, sehingga bisa meningkatkan efektivitas komunikasi.
3.
Supportiveness
(mendukung) maksudnya adalah komunikasi interpersonal akan efektif apabila
tercipta suasana yang mendukung. Nuansa dukungan akan tercipta apabila proses
komunikasi bersifat deskriptif dan tidak evaluative, serta lebih fleksibel dan
tidak kaku. Jadi dalam proses penyampaian pesan gunakanlah kata-kata atau
kalimat yang deskriptif dan tidak memberikan penilaian, kemudian tunjukkan
bahwa masingmasing pelaku komunikasi bersedia mendengarkan pendapat lawan
bicara dan bahkan mengubah pendapat kalau memang diperlukan.
4.
Positiveness
(sikap positif) maksudnya adalah dalam komunikasi interpersonal yang efektif
para pelaku komunikasi harus menunjukkan sikap yang positif dan menghargai
keberadaan orang lain sebagai seseorang yang penting (stroking).
5.
Equality
(kesetaraan) maksudnya adalah penerimaan dan persetujuan terhadap orang lain
yang menjadi lawan bicara. Harus disadari bahwa semua orang bernilai dan
memiliki sesuatu yang penting yang bisa diberikan pada orang lain. Kesetaraan
dalam komunikasi interpersonal harus ditunjukan dalam proses pergantian peran
sebagai pembicara dan pendengar.
Pragmatic
model (behavioural) atau disebut juga sebagai pendekatan keras (hard approach)
atau (competence model) fokus pada perilaku tertentu yang harus digunakan oleh
pelaku komunikasi interpersonal baik sebagai pembicara maupun sebagai pendengar
apabila ingin efektif. Pendekatan ini pun menyatakan ada 5 kemampuan yang harus
dimiliki, yaitu sebagai berikut[23]:
1) Confidence
(percaya diri) maksudnya adalah para pelaku komunikasi interpersonal harus
memilki rasa percaya diri secara sosial (social confidence). Seorang socially
confident communicator akan berkomunikasi dengan relax, tidak kaku dan bisa
mengontrol gerakan tubuhnya, tidak gemetar atau malu. Kualitas kepribadian ini,
juga bisa membantu pihak lain merasa lebih nyaman.
2) Immediacy
merujuk pada situasi adanya perasaan kebersamaan antara pembicara dan pendengar
(oneness). Immediacy ditunjukan dengan sikap memperhatikan, menyenangi, dan
tertarik pada lawan bicara. Bisa ditunjukkan baik secara verbal maupun secara
non verbal.
3) Interaction
management maksudnya adalah kemampuan
untuk mengontrol interaksi demi memuaskan kedua belah pihak pelaku komunikasi.
Hal ini bisa ditunjukan dengan mengelola giliran berbicara, kelancaran
pembicaraan, dan penyampain pesan secara konsisten. Kedua belah pihak harus
melakukan self monitoring secara tepat.
4) Expressiveness
maksudnya adalah kemampuan untuk secara sungguhsungguh terlibat dalam proses
komunikasi. Termasuk di dalamnya adalah bertanggungjawab atas apa yang
disampaikan dan dipikirkan, merangsang lawan bicara untuk berani terbuka, dan
memberikan feedback secara tepat.
5) Other
orientation maksudnya adalah
kemampuan untuk beradaptasi dengan orang lain selama proses komunikasi
interpersonal berlangsung. Dalam hal ini termasuk memberikan perhatian dan
menunjukkan rasa tertarik pada pembicaraan orang lain. Other orientation dapat
ditunjukkan baik secara verbal maupun non verbal.
BAB III
KETERAMPILAN KOMUNIKASI
INTERPERSONAL
BAGI PUSTAKAWAN
A. Layanan Informasi Di
Perpustakaan
Menurut
Undang-undang RI No. 43/2007 tentang Perpustakaan, yang dimaksud dengan
perpustakaan adalah: “institusi pengelola karya tulis, karya cetak dan atau
karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan
pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.”
Berdasarkan pengertian perpustakaan tersebut dapat diketahui bahwa perpustakaan
merupakan suatu institusi yang menyediakan jasa penyediaan informasi
(information provider bagi masyarakat). Dengan demikian perpustakaan membutuhkan
staf yang profesional yang bekerja untuk membantu masyarakat pencari informasi
memperoleh informasi yang dibutuhkannya. Kelompok profesional tersebut dikenal
dengan sebutan pustakawan.
Menurut
Sulistyo Basuki (1991) jasa dasar yang harus diberikan oleh semua jenis
perpustakaan meliputi:
· Pemberian
informasi umum: merupakan jawaban atas pertanyaan yang lazim ditanyakan oleh
pengunjung, misalnya di mana bagian buku anak, dimana ruangan kepala
perpustakaan, dsb.
· Penyediaan
informasi khusus: mencakup penggunaan dokumen yang ada di perpustakaan atau
konsultasi dengan pustakawan lain atau perpustakaa lain.
· Bantuan
dalam menelusur dokumen: bimbingan yang diberikan pada pengunjung agar mampu
mencari informasi yang dibutuhkannya melalui dokumen yang tersedia di
perpustakaan.
· Bantuan
dalam menggunakan katalog: bimbingan yang diberikan pada pengunjung agar mampu
menggunakan katalog perpustakaan yang bersangkutan. Katalog merupakan alat
bantu penelusuran dokumen yang ada di suatu perpustakaan, sehingga para pencari
informasi harus mengetahui bagaimana cara menggunakannya.
· Bantuan
menggunakan buku rujukan (reference): bimbingan yang diberikan dalam
menggunakan koleksi referens. Buku referens memiliki elemen artifisial yang
menyebabkan berbagai variasi dalam susunan informasi, penyajian, tingkat
ulasan, dsb. Karena berbagai variasi tersebut maka seringkali pengguna
membutuhkan bantuan pustakawan[24].
Memperhatikan
berbagai jasa yang disediakan oleh perpustakaan tersebut di atas, maka para pustakawan harus terlatih dan mempunyai
skill yang meunjang profesinya tersebut. Dalam melaksanakan profesinya maka
ia harus melayani dan memenuhi kebutuhan para
pengunjung perpustakaan dan pasti akan selalu berhadapan langsung dengan para
tamunya. Sehingga para pustakawan harus dibekali kemampuan dan penguasaan
terhadap komunikasi interpersonal dengan
baik. Agar pelayanan prima bisa diberikan kepada seluruh pemustaka.
B.
Keterampilan Komunikasi Interpersonal Bagi
Pustakawan
Dalam dunia perpustakaan, menurut
Soeatminah pelayanan merupakan ujung tombak perpustakaan[25].
Baik tidaknya suatu perpustakaan bergantung pada bagaimana pelayanannya, karena
bagian layanan inilah yang berhubungan langsung dengan para pengguna
perpustakaan. Di sisi lain, pustakawan adalah pelaku langsung kegiatan layanan,
sehingga kualitas pustakawan akan berpengaruh pada kualitas layanan
perpustakaan. Kualitas pustakawan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain
latar belakang pendidikan yang akan menentukan keahliannya, kepribadiannya, dan
kemampuan berkomunikasi.
Kemampuan berkomunikasi dalam hal ini komunikasi
interpersonal sangat penting, karena dalam pekerjaannya pustakawan akan
berhadapan langsung dengan para pengguna perpustakaan. Keterampilan pustakawan
dalam melakukan komunikasi interpersonal yang efektif akan menentukan
keberhasilan pustakawan tersebut dalam melaksanakan tugasnya.
Mengacu pada yang telah dijelaskan oleh
DeVito (1992) mengenai beberapa keterampilan komunikasi interpersonal yang
efektif yang seharusnya dilaksanakan oleh mereka yang melakukan komunikasi interpersonal,
maka menurut Neneng Komariah sebagaimana dia kutip dari De Vito, dengan
memperhatikan situasi dan kondisi kerja di lingkungan perpustakaan, untuk
profesi pustakawan beberapa keterampilan komunikasi interpersonal yang efektif
yang harus dimiliki adalah sebagai berikut[26]:
a.
Empathy
Maksudnya adalah pustakawan harus mampu untuk merasakan apa yang dirasakan oleh
orang lain dalam hal ini pencari informasi yang sedang dilayaninya. Misalnya
ketika ada seorang pencari informasi yang datang mencari suatu informasi dan
dia mengatakan bahwa informasi tersebut sangat dia butuhkan dengan cepat,
karena merupakan bahan untuk membuat karya ilmiah dia yang harus dikumpulkan 2
hari lagi. Pustakawan yang berempati akan membantu orang yang bersangkutan dengan segera dan berusaha
untuk bekerja dengan lebih cepat, karena dia ikut merasakan bahwa informasi
tersebut sangat dibutuhkan dan harus diperoleh secepat mungkin. Berdasarkan
pendekatan pragmatis untuk komunikasi interpersonal yang efektif, empathy disebut
sebagai other orientation.
b.
Supportiveness
Maksudnya adalah pustakawan harus berusaha menciptakan suasana yang nyaman,
yang fleksibel, dan mendukung para pencari informasi untuk berkomunikasi dengan
dia. Tunjukkan sikap bahwa pustakawan siap membantu para tamunya. Hindarkan
sikap seolah-olah pustakawan mengawasi para pengunjung perpustakaan. Sering
dijumpai perpustakaan yang menerapkan begitu banyak larangan pada para
pengunjungnya. Dilarang merokok, dilarang membawa tas, dilarang memakai jaket,
dilarang membawa makanan, dilarang ribut, dst berbagai larangan yang
seolah-olah pengunjung perpustakaan itu harus steril dan tunduk tanpa syarat
pada semua larangan tersebut. Lebih parah lagi apabila pustakawannya juga bersikap
seperti mengawasi semua pengunjungnya, bukannya menyambut ramah sehingga
pengunjung perpustakaan merasa nyaman untuk berkomunikasi dengan dia.
c.
Positiveness
Maksudnya adalah pustakawan harus memulai komunikasi dengan para pengunjung
perpustakaan dengan sikap yang positif dan menganggap mereka sebagai orang
penting yang harus diperlakukan dengan baik. Menyapa pengunjung dengan
kata-kata yang baik disertai dengan senyuman yang manis akan membuat mereka
merasa dihargai dan sebaliknya mereka juga akan menghargai pustakawan sebagai
profesional yang dapat diandalkan.
d.
Equality
Maksudnya adalah pustakawan harus memandang semua yang mengunjungi
perpustakaannya merupakan orang-orang penting yang harus dihormati tanpa
syarat. Jangan membeda-bedakan perlakuan pada pengunjung hanya karena
penampilannya atau karena gelar akademisnya. Semua pengunjung perpustakaan
merupakan pencari informasi yang harus dibantu secara proporsional, sehingga
mereka puas atas layanan informasi yang diberikan. Hal penting lainnya
berkaitan dengan equality adalah pustakawan jangan merasa bahwa dirinya lebih
pintar dari tamunya, jangan menggurui, tapi tunjukan bahwa pustakawan bisa
membantu mereka tanpa membuat mereka merasa bodoh.
e.
Confidence
Maksudnya adalah bahwa dalam melayani para pengunjung perpustakaan, pustakawan
harus memiliki rasa percaya diri. Memang mungkin agak sulit bagi mereka yang
memilki sifat pemalu atau sering cemas, tetapi melalui latihan dan berusaha
tentunya kesulitan tersebut bisa diatasi. Tunjukan bahwa pustakawan adalah
orang yang cerdas, yang menguasai pekerjaannya dengan baik. Sehingga mereka
akan percaya bahwa pustakawan merupakan orang yang dapat diandalkan untuk
dikonsultasi apabila mereka membutuhkan informasi.
f.
Immediacy
Maksudnya adalah bahwa pustakawan harus menunjukkan perhatian, rasa tertarik,
dan juga senang terhadap permasalahan yang disampaikan oleh pengunjung
perpustakaan. Hal tersebut bisa diekspresikan secara non verbal dengan senyuman
dan tatapan mata yang ramah. Hal ini akan membangkitkan semangat pengunjung
perpustakaan untuk mau bertanya tentang informasi yang dibutuhkannya. Sikap ini
akan membantu pengunjung yang pemalu atau malas untuk bertanya menjadi berani
untuk berkomunikasi dengan pustakawan.
g.
Interaction
management Maksudnya adalah
pustakawan harus mampu mengelola proses komunikasi yang berlangsung antara dia
dengan pencari informasi secara efektif. Membuat percakapan berjalan lancar,
sehingga pencari informasi bisa menyampaikan dengan jelas apa yang
dibutuhkannya, dan pustakawan pun memahaminya dengan tepat. Interaction
management yang baik akan menciptakan situasi komunikasi yang menyenangkan yang
akan memuaskan kedua belah pihak.
Demikian beberapa keterampilan yang harus
dimiliki pustakawan ketika dia berkomunikasi interpersonal dengan para
pengunjung yang mencari informasi di perpustakaan. Diharapkan pustakawan mampu
menerapkan prinsip-prinsip tersebut sehingga bisa menciptakan proses komunikasi
interpersonal yang efektif.
Apakah
seorang pengunjung yang mencari informasi di perpustakaan berhasil mendapatkan
informasi yang dia peroleh atau tidak, bukanlah satu-satunya indicator kualitas
pustakawan. Ada hal yang lebih penting yaitu pustakawan mampu memberikan
layanan yang memuaskan, sehingga pengunjung merasa senang dan akan kembali lagi
mengunjungi perpustakaan tersebut.
Satu hal penting lainnya yang ditekankan
oleh Neneng Komariah bahwa dalam melaksanakan komunikasi interpersonal dalam
layanan informasi di perpustakaan adalah kemampuan pustakawan untuk listening
atau mendenga[27]rkan
apa yang disampaikan oleh para pencari informasi. Dengan mendengarkan secara
baik, maka pustakawan dapat menerima dan memahami apa yang dibutuhkan oleh mereka.
Tentu saja dialog juga akan dibutuhkan agar pustakawan bisa memahami dengan
jelas dan tepat apa yang dibutuhkan oleh pencari informasi. Namun janganlah
mendominasi pembicaraan karena akan memberikan kesan bahwa pustakawan lebih
tahu atau menganggap klien tidak penting.
KESIMPULAN
Kata
atau istilah komunikasi telah sering kita dengar, beragam bentuk komunikasi
sering kita praktekkan dalam kehidupan sehari- hari. Mulai dari berdo’a {yang
merupakan komunikasi dengan tuhan}, bersenda gurau, berpidato, hingga
penggunaan alat-alat elektronik yang canggih.
Kata
komunikasi atau communication dalam
bahasa inggris berasal dari kata latin communis
yang berarti “sama,” communico, communicatio, atau communicare yang berarti
“membuat sama” {to make common}. Istilah pertama (communis) paling sering
disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin
lainnya yang mirip.
Adapun
beberapa definisi tentang komunikasi dintaranya adalah:
John
R. Wenburg dan William W. Wilmot:
“Komunikasi
adalah usaha untuk memperoleh makna.”
Stewart
L. Tubbs dan Sylvia Moss:
“Komunikasi
adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih.”
Harold
Lasswell:
“Komunikasi
adalah proses yang menggambarkan siapa yang mengatakan apa dengan cara apa,
kepada siapa dengan efek apa.”
Terdapat
beberapa pengertian komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh para ahli
komunikasi. Deddy Mulyana mengemukakan bahwa Komunikasi antarpribadi
(interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang – orang secara
tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.
R.
Wayne Pace (1979) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi atau communication
interpersonal merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang
atau lebih secara tatap muka dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara
langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung.
Sedangkan
DeVito (1992) menyatakan: “interpersonal communication is defined as
communication that takes place between two persons who have a clearly
established relationship; the people are in some way connected.” Menurut DeVito
komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang
telah memiliki hubungan yang jelas, yang terhubungkan dengan beberapa cara.
Jadi komunikasi interpersonal misalnya komunikasi yang terjadi antara ibu
dengan anak, dokter dengan pasen, dua orang dalam suatu wawancara, dsb.
Mengacu
pada yang telah dijelaskan oleh DeVito (1992) mengenai beberapa keterampilan
komunikasi interpersonal yang efektif yang seharusnya dilaksanakan oleh mereka
yang melakukan komunikasi interpersonal, maka dengan memperhatikan situasi dan
kondisi kerja di lingkungan perpustakaan, untuk profesi pustakawan beberapa
keterampilan komunikasi interpersonal yang efektif yang harus dimiliki adalah
sebagai berikut:
a. Empathy
Maksudnya adalah pustakawan harus mampu untuk merasakan apa yang dirasakan oleh
orang lain dalam hal ini pencari informasi yang sedang dilayaninya.
b. Immediacy
Maksudnya adalah bahwa pustakawan harus menunjukkan perhatian, rasa tertarik,
dan juga senang terhadap permasalahan yang disampaikan oleh pengunjung
perpustakaan. merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dalam hal ini
pencari informasi yang sedang dilayaninya.
c. Positiveness
Maksudnya adalah pustakawan harus memulai komunikasi dengan para pengunjung
perpustakaan dengan sikap yang positif dan menganggap mereka sebagai orang
penting yang harus diperlakukan dengan baik.
d. Confidence
Maksudnya adalah bahwa dalam melayani para pengunjung perpustakaan, pustakawan
harus memiliki rasa percaya diri.
e. Interaction
management Maksudnya adalah
pustakawan harus mampu mengelola proses komunikasi yang berlangsung antara dia
dengan pencari informasi secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Cangara,
Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi,
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Cherry, Colin, World Communication: Threat or Promise?,
New York: john Wiley & Sons, 1978.
Damayanti, Ninis Agustini,
Interpersonal Skill Dalam Pelayanan
Perpustakaan, Pustaha; Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.1,
No.1, Juni 2015
DeVito, Joseph A, The Interpersonal Communication Book.
6th ed. New York: Harper Collins. 1992
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu
Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997.
Gorrden,William I, Communication: Personal and Public.
Sherman Oaks, CA: Alfred, 1978,
Hayakawa, S.I. “Symbols”
Dalam Wayne Austin Shrope. Experiences in Communication. New York: Harcourt Brace
Jovanovich, 1974.
Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Pearson, Judy C. dan Paul
E. Nelson, Understanding and Sharing: An
Introduction to Speech Communication, Dubuque, Iowa: Wm.C. Brown, 1979.
Scheidel, Thomas M, Speech Communication and Human Interaction.
Edisi Ke. 2. Glenville. III.:Scott. Foresman & Co., 1976.
Soeatminah,
Perpustakaan, Kepustakawanan dan Pustakawan. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta:
Gramedia, 1991
Tubbs, Stewart L. dan
Sylvia Moss, Human Communication.
Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill, 1994.
Wenburg, John R. dan William W. Wilmot. The Personal
Communication Process. New York: John Wiley & Sons, 1973.
Zimmerman, Gordon I. James
L. Owen, dan David R. Seibert, Speech
Communication: A Contemporary Introduction, St. Paul: West, 1977.
[1] Ninis Agustini
Damayanti, Interpersonal Skill Dalam Pelayanan Perpustakaan, (Pustaha; jurnal
studi perpustakaan dan Informasi, Vol.1, No.1, Juni 2015), hlm. 23
[2] William I.
Gorrden. Communication: Personal and Public. Sherman Oaks, (CA: Alfred,
1978), hlm 28
[3] Colin Cherry, World
Communication: Threat or Promise? (New York: john Wiley & Sons, 1978),
hlm. 2
[4] Onong Uchjana
Effendy. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1997), hlm.4
[5] Judy C.
Pearson dan Paul E. Nelson. Understanding and Sharing: An Introduction to
Speech Communication, (Dubuque, Iowa: Wm.C. Brown, 1979), hlm. 3
[6] Deddy Mulyana.
Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007),
hlm.46
[7] Ibid. Dedy
Mulyana. Pengantar....hlm. 46
[8] John R.
Wenburg dan William W. Wilmot. The Personal Communication Process.( New
York: John Wiley & Sons, 1973), hlm. 7
[9] Stewart L.
Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication. Edisi ke-7. (New York:
McGraw-Hill, 1994), hlm. 6
[10] Ibid. Dedy
Mulyana. Pengantar....hlm. 147
[11] Thomas M.
Scheidel. Speech Communication and Human Interaction. Edisi Ke. 2. Glenville.
III.:Scott. Foresman & Co., 1976, hlm. 28
[12] Gordon I.
Zimmerman, James L. Owen, dan David R. Seibert. Speech Communication: A
Contemporary Introduction. St. Paul: West, 1977, hlm. 7
[13] Judy C.
Pearson dan Paul E. Nelson. Understanding and Sharing: An Introduction to
Speech Communication, (Dubuque, Iowa: Wm.C. Brown, 1979), hlm. 10-11
[14] William I.
Gorden. Communication: Personal and Public. Sherman Oaks, CA: Alfred, 1978.
[15] Ibid Deddy
Mulyana. Ilmu Komunikasi: ........................................................,
hlm. 91
[16] S.I. Hayakawa.
“Symbols” Dalam Wayne Austin Shrope. Experiences in Communication. (New
York: Harcourt Brace Jovanovich, 1974), hlm. 144.
[17] Ibid. Deddy
Mulyana, Pengantar.....hlm. 81
[18]
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada,
1998) hlm.32
[19] DeVito, Joseph
A.. The Interpersonal Communication Book. 6th ed.
(New York, Harper Collins, 1992). Hlm. 11
[20] Ibid. H.
Hafied Canggara, Pengantar Ilmu............................................................hlm.
33
[21] Ibid. H.
Hafied Canggara, Pengantar Ilmu............hlm.32
[22] Neneng
Komariah, keterampilan Komunikasi interpersonal bagi pustakawan, (Bandung,
Fikom Unpad, 2009), hlm. 7.
[23] Ibid.
[25] Soeatminah, Perpustakaan, Kepustakawanan dan Pustakawan, (Yogyakarta: Kanisius,1992) hlm.129
[26] Neneng
Komariah, keterampilan Komunikasi interpersonal bagi..........................
hlm. 17.
[27] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar